SOROTANSULTRA.COM | KONAWE – Puluhan Mahasiswa bersama petani pengguna air asal desa Ameroro, Kecamatan Uepai menggelar aksi demonstrasi di Kantor perwakilan BWS IV Kendari di Kelurahan Tuoy, Kecamatan Unaaha, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/4/2025).
Aksi ini ditengarai, kondisi persawahan milik masyarakat di wilayah desa Ameroro dengan luas 143 hektare yang tidak bisa ditanami karena kesulitan mendapatkan air.
Kondisi ini tentunya menjadi berbanding terbalik, sebab tahun 2024 Presiden Joko Widodo telah meresmikan bendungan Ameroro yang fungsinya tentu untuk mendistribusikan air dilahan persawahan milik masyarakat secara merata. Jadi tidak ada lagi alasan masyarakat tidak bersawah karena kesulitan aiI.
Irdan Pagala salah satu orator gerakan demontrasi ini menyampaikan bahwa bangunan alat ukur yang dibuat oleh BWS hanya membuang anggaran negara dan tidak memiliki azas manfaat.
“Sebelum ada bangunan alat ukur ini, petani Ameroro tidak pernah ada masalah atau kekurangan air, tapi sekarang sejak bangunan ini ada lahan masyarakat jadi gagal tanam karena tidak ada air,” tegas Irsan.
Lanjutnya, bangunan BWS tersebut justru meruntuhkan niat baik pemerintah pusat untuk mewujudkan ketahanan pangan dan swasembada pangan.
“Program presiden Prabowo jelas untuk mewujudkan ketahanan pangan dan swasembada pertanian, tapi bagaimana semua bisa terwujud jika masyarakat Ameroro tidak bisa bertani, masyarakat butuh makan, butuh air bukan bangunan alat ukur,” jelas Irsan Pagala.
Senada dengan rekannya, Hasmadan Saputra juga mendesak pihak BWS bertanggung jawab atas kerugian yang dialami masyarakat Ameroro atas pembangunan alat ukur tersebut.
Dikatakan, pihak BWS harus segera membongkar bangunan alat ukur tersebut agar petani di Ameroro bisa bertani dan tidak kesulitan mendapatkan air.
“Kami meminta pihak BWS segera membongkar bangunan alat ukur ini, jika tidak maka jangan salahkan kami petani yang berbuat,” keras Hasmadan.
Ia juga memastikan persoalan ini akan ia laporkan ke DPRD Konawe, DPRD Provinsi dan DPR RI bahwa di kecamatan Ameroro telah terjadi penekan petani yang dilakukan oleh pihak BWS.
“Kami pastikan persoalan ini akan kami laporkan ke anggota DPR RI Perwakilan Sultra, ini bukan hal sepele masyarakat tidak bisa bertani karena kekeliruan pihak BWS yang membangun bangunan alat ukur yang tidak memiliki azas manfaat,” tegasnya.
Sementara itu salah satu warga desa Ameroro, Randi Pramansah menyebut pembangunan bangunan alat ukur milik BWS di desa Ameroro dibuat tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat.
“Bangunan ini dibuat tanpa sosialisasi kepada masyarakat terutama pemilik lahan dan pengguna air, yang pada intinya yang dirugikan adalah kami para petani,” ungkap Randi kesal.
Randi juga mendesak pihak BWS untuk segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada masyarakat desa Ameroro atas pernyataan salah satu pegawai BWS Kendari yang menyebut adanya pencuri air atau penyadapan liar di wilayah Ameroro.
“Tidak ada pencuri air yang ada pencuri sapi, pencuri kambing, air itu kebutuhan masyarakat sesuai amanat undang-undang bahwa air, tanah dan bumi dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Menanggapi keluhan ini, Kasatker Irigasi PJPA Agus mengungkap bahwa bangunan alat ukur ini pada intinya tidak mengurangi debit air yang sampai kepada masyarakat.
Agus pun menjelaskan latar belakang pembangunan alat ukur tersebut namun penyampaian Kasatker Irigasi dinilai tidak memberikan solusi sehingga demonstran memilih membubarkan diri dan melanjutkan aksinya di kantor DPRD Kabupaten Konawe.
Laporan: Redaksi