SOROTANSULTRA.COM| KENDARI, – Pemberitaan baru-baru ini menyeret Nama oknum anggota polisi yang bertugas di wilayah hukum Sultra di duga melakukan Pelecehan seksual, menuai tanggapan berbagai kalangan.
Kasus pelecehan itupun di ketahui telah masuk meja Penyidik propam Polresta Kendari.
Ironis tak hanya berhenti sampai pada persoalan dugaan pelecehan yang diduga dilakukan oknum polisi itu saja yang mendapat tanggapan dan kecaman, namun dalam proses penyidikannya pun turut memperoleh kecaman dan tanggapan dari sejumlah organisasi pers yang ada di sultra.
Selain Tanggapan Organisasi Pers Aliansi jurnalis Indonesia (AJI), Persatuan Jurnalis Indonesi (PJI) turut memberikan tanggapan dan desakan atas hal tersebut.
Seperti yang dikatakan ketua DPD PJI Sultra Agusalim Patundru, melalui wakil ketua PJI Sultra Karmin, SH., menilai dalam hal pemanggilan dua jurnalis mengait pemberitaan oknum polisi melakukan Pelecehan oleh Penyidik propam Polresta Kendari, adalah bagian dari pengangkangan Udang-undang pers yang menjadi dasar hukum para jurnalis.
Menurut Karmin proses pemanggilan tersebut, selain di duga kuat adanya bentuk pembungkaman wartawan, juga sebagai cerminan bahwa Kapolres Kendari di nilai tidak profesional dalam penegakan hukum.
“Sehingga berkaitan hal itu kami rasa perlunya Kapolda Sultra untuk mengevaluasi Kapolres Kendari” tandasnya.
Sementara itu, Dikutip dari berbagai portal berita, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari mengecam tindakan penyidik Propam Polresta Kendari dalam melakukan pemanggilan, terhadap dua jurnalis di Kota Kendari untuk menjadi saksi terkait pemberitaan kasus oknum polisi yang diduga sebagai pelaku pelecehan seksual terhadap Ibu Rumah Tangga (IRT).
Pemanggilan jurnalis Tribunnewssultra bernama Samsul tertuang dalam Surat Panggilan Nomor : Spg/ 06/II/HUK.12.10.1./2025/Sipropam, tanggal 22 Februari 2025.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (4), AJI menegaskan bahwa jurnalis memiliki hak tolak untuk tidak mengungkapkan identitas narasumber maupun informasi yang diperoleh dalam kapasitas jurnalistik. Hak ini merupakan bagian dari perlindungan kebebasan pers yang bertujuan untuk menjaga independensi jurnalis dalam menjalankan tugasnya.
Sebagai bagian dari prinsip tersebut, jurnalis tidak dapat dipaksa untuk hadir sebagai saksi dalam proses hukum yang berkaitan dengan informasi yang diperoleh dalam kegiatan jurnalistik. Pemanggilan jurnalis sebagai saksi dalam kasus yang bersumber dari hasil liputan berpotensi melanggar Pasal 8 UU Pers, yang menegaskan bahwa jurnalis mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.
Oleh karena itu, AJI mengecam segala bentuk pemanggilan jurnalis sebagai saksi yang dapat mengancam kebebasan pers dan prinsip kerahasiaan sumber berita. Setiap upaya pemaksaan terhadap jurnalis untuk mengungkapkan informasi yang dilindungi oleh hukum merupakan bentuk intervensi terhadap kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi.
Atas pemanggillan ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Kendari mengecam keras tindakan Propam Polresta Kendari dan menyatakan sikap:
Mendesak aparat penegak hukum untuk menghormati UU Pers dan memastikan bahwa jurnalis dapat bekerja tanpa intimidasi, tekanan, atau ancaman hukum yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers di Indonesia.
Mendesak Kapolda Sultra untuk mencopot Kapolresta Kendari dan Kasi Propam Polresta Kendari atas dugaan pembiaran dan kegagalan dalam menegakkan serta dinilai tidak memahami kode etik jurnalistik dan UU 40 tahun 1999.
Mendesak kepolisian untuk mencabut surat panggilan terhadap dua jurnalis di Kota Kendari karena mencedarai kebebasan pers.
Menuntut Kapolresta Kendari memohon maaf atas tindakan intimidasi dan menjebak jurnalis saat memberikan keterangan.
Mengimbau kepada seluruh jurnalis untuk tetap berpedoman pada UU pers dan kode etik jurnalistik.(Red)*