SOROTANSULTRA.COM | BUTUR – Kepala Dinas (Kadis) Kesehatan Buton Utara (Butur) resmi dilaporkan ke Ditreskrimsus Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Selasa 25 Februari 2025.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Asosiasi Mahasiswa Radikal Sulawesi Tenggara (Amara Sultra) telah melakukan aksi unjuk rasa pada Kamis 6 Februari 2025 lalu.
Namun kini, secara resmi Amara Sultra melaporkan Kadis Kesehatan Butur soal dugaan penyerobotan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di Desa Soloy Agung, Kecamatan Kulisusu Barat, Kabupaten Buton Utara.
Ketua umum Amara Sultra, Malik Botom menegaskan bahwa tindakan ini merupakan komitmen untuk menegakkan supremasi hukum di Bumi Anoa, khususnya di Kabupaten Buton Utara.
“Saya sudah tegaskan tempo hari, bahwa saya akan mengawal permasalahan ini. Ditambah ini komitmen kami secara kelembagaan untuk tetap menjaga setiap subjek hukum agar bertindak sesuai prosedur,” katanya.
Hal ini bermula dari tindakan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Butur dalam mendirikan Bangunan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) di Desa Soloy Agung.
Kemudian Setelah melakukan investigasi lapangan ditemukan fakta bahwa pihak Dinkes Butur diduga kuat melakukan penyerobotan LP2B yang aktif produksi.
Tentunya, lahan pertanian pangan berkelanjutan dilarang dialihfungsikan sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
Malik Menjelaskan berdasarkan UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Pada Pasal 44 ayat (1) Bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.
Berdasarkan landasan hukum tersebut menegaskan kepada subjek hukum dalam hal ini individu perorangan, badan usaha, instansi pemerintahan, dll. Untuk tidak mengalihfungsikan lahan yang sudah ditetapkan sebagai LP2B.
“Dalam artian tidak boleh ada aktivitas apapun diatas lahan tersebut kecuali yang telah diatur dalam perundang-undangan,” tegasnya.
Ironisnya, pihak Dinkes Butur diduga dalam melakukan alih fungsi lahan LP2B tersebut tanpa melakukan kordinasi kepada pihak pihak terkait.
Hal ini ditegaskan oleh pihak Dinas Pertanian Butur disalah satu media online pihak Dinkes Butur melakukan pembangunan tanpa melakukan verivikasi terlebih dahulu.
Amara Sultra menilai Dinkes Butur tidak memahami terkait prosedural alih fungsi lahar LP2B sehingga terkesan menabrak aturan dengan sewenang-wenang. Sehingga APH diharapkan memberikan perhatian terkait permasalahan ini.
“Saya menganggap tindakan pihak Dinkes Butur merupakan tindakan sewenang-wenang dan sengaja menabrak aturan yang berlaku. Tentunya hal ini harus mendapat atensi serius, khususnya dari penegak hukum,” jelas Malik.
Berdasarkan penjelasan UU. No.41 Tahun 2009 yang mengatur terkait sanksi pelanggar Lahan Pertanian bisa dijerat sanksi Pidana sebagaimana ditegaskan pada pasal 72 ayat (1) dan (2) Orang perorangan yang melakukan alih fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dipidana penjara paling lama 5 Tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Dan untuk penjabat pemerintah yang melakukan alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan ditambah pidananya 1/3 dari pidanan yang diancamkan sebagaimana pada ayat (1) dan (2).
Pada kesempatan itu pihaknya juga mendesak Dit Reskrimum Polda Sultra,untuk segera mungkin memanggil dan memeriksa Kadis Kesehatan Butur dan oknum-oknum terkait dugaan pidana alih fungsi lahan LP2B tersebut untuk diproses secara hukum.
“Dikhawatirkan hal tersebut juga akan menjadi polemik serta dapat saja menjadi contoh bagi masyarakat,kelompok dan pihak-pihak lain untuk melakukan hal yang serupa,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, Kadis Kesehatan Butur Dr. Izanuddin yang dikonfirmasi via pesan WhatsApp belum memberikan tanggapan hingga.(**)