Sorotansultra.com, Kendari, Ngerih, Jaringan Anti Korupsi (Jarak) Sulawesi Tenggara (Sultra) menyoroti adanya dugaan aktivitas pertambangan diluar SK PPKH dan di kawasan hutan lindung dengan luas 147.60 Hektar (Ha) di Kecamatan Kabaena Timur, Kabupaten Bombana.
Aktivitas penambangan di Kawasan Hutan Lindung itu dan/atau diluar SK PPKH diduga kuat dilakukan oleh PT. Tonia Mitra Sejahtera (TMS) secara terstruktur sistematis dan masif.
Menurut Sekjen Jarak Sultra, Ikbal Galib kerap disapa Mas Ikbal mengungkapkan bahwa PT. Tonia Mitra Sejahtera (TMS) telah memiliki IUP dengan Nomor SK 4/1/IUP/PMDN/2023 adalah perusahaan tambang yang beroperasi di Kecamatan Kabaena Timur, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Aktivitas penambangan yang dilakukan oleh PT. TMS itu, sambung Mas Ikbal, diduga telah berpotensi merusak lingkungan. “Apalagi aktivitas pebambangan yang dilakukan PT. TMS ini diluar dari SK PPKH dan berada di kawasan hutan lindung” katanya. Jum’at, 22/11/2024.
Lanjut Mas Ikbal menjelaskan, hal itu sesuai dengan citra satelite Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) terbaru yaitu Tahun 2023 bahwa ditemukan adanya kegiatan pertambangan diluar SK PPKH dan berada di kawasan hutan lindung dengan luas bukaan lahan sebanyak 147.60 Hektar (Ha).
Bahkan, dengan adanya kondisi aktivitas penambangan tersebut berstatus CnC berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan.
“Hampir 100 kali lipat ukuran lapangan sepak bola bukaan lahan di luar PPKH oleh PT. TMS ini yang berpotensi Merusak Lingkungan,” ucap Ikbal.
Selain itu, BPK RI melalui LHP DTT Kepatuhan atas pengelolaan pertambangan mineral dan batubara Tahun Anggaran 2020 sampai dengan Triwulan III 2022 ditemukan adanya pembayaran Royalti dan PHT Provisional atas 2.291 Transaksi yang tidak difinalkan dan/atau terlambat disetorkan ke Kas Negara dan tidak dikenakan sanksi denda dan/atau pemblokiran sementara akun e-PNBP.
Salah satunya adalah PT. Tonia Mitra Sejahtera (TMS) yang diduga telah melakukan transaksi pengapalan sebanyak 41 transaksi pengapalan.
“Kita tidak fokus pada keterlambatan pembayaran royalty yang di sebutkan oleh Hasil Pemeriksaan BPK, namun fokus kami adalah ada tanggal dan pengapalan, yang artinya bahwa terdapat dugaan Pencurian Sumber Daya Alam (SDA) yang hasilnya sangat Fantastis. Dan ini yang sempat di rekam oleh BPK mungkin Jumlahnya masih bisa bertambah,” jelas Ikbal Galib.
Lanjut Ikbal, Apabila kita bandingkan kedua data tersebut, 41 transaksi sebesar ratusan miliar itu boleh jadi di peroleh dari hasil mengeruk Kawasan Hutan di Luar SK PPKH. Jelas Ikbal Galib.
Transaksi provional (Penjualan) komoditas nikel oleh BPK dirinci dengan Tanggal Pengapalan di mulai sejak Tanggal 17/9/2022 sampai dengan Tanggal 13/10/2022 senilai 317 Miliar Rupiah.
Lantas, dimana peran pengawasan dari instansi terkait atau aparat penegak hukum. Kami menduga keras dengan adanya aktivitas tersebut melibatkan beberapa oknum – oknum yang diduga membackup secara terstruktur sistematis dan masif. Bersambung
Laporan: Redaksi